Jakarta’s flourishing tradein threatened turtles and tortoises under the spotlight

Researchers found 4,985 individuals of 65 different species of tortoise and freshwater turtles in just seven locations over a four-month period. Nearly half of these were threatened with extinction according to the IUCN Red List of Threatened Species. 

Slow and Steady: The Global Footprint of Jakarta’s Tortoise and Freshwater Turtle Trade, released today, also revealed that at least eight non-native species recorded were prohibited from international commercial trade under CITES¹ and were likely to have been illegally imported. 

This survey in 2015 found more turtles and tortoises on sale in Jakarta than previous TRAFFIC surveys carried out in 2004 and 2010. Between 92 and 983 animals were observed in any given week. 

If this trade and the open markets that sell species illegally are not made a priority for law enforcement action, many of the currently threatened species will be pushed closer to extinction

Kanitha Krishnasamy, Acting Regional Director for TRAFFIC in Southeast Asia

This study also found indications of a worsening situation with the discovery of higher proportions of non-native, CITES-listed and threatened species compared to earlier studies. On the list were the Critically Endangered Ploughshare Tortoise Astrochelys yniphora and Radiated Tortoise Astrochelys radiata, both endemic to Madagascar and listed in CITES Appendix I (meaning all international trade is banned) since 1975. 

Non-native turtles are not protected by Indonesian law and this includes the most commonly observed species in this study – the Indian Star Tortoise Geochelone elegans. This tortoise is also totally prohibited from harvest and trade in its range states of South Asia. 

Researchers found no recent records of Indian Star Tortoise imports for commercial purposes or records of legal exports from range countries in the UNEP-WCMC² CITES database. There was also no information on specimens reportedly bred in captivity in other countries. The authors concluded that high levels of illegal import of these tortoises into Indonesia was still occurring as recently as in 2015.

This research deepens two concerns experts have held for some time: that high levels of illegal turtle trade occur in the country and that loopholes within national legislation continue to undermine protection of local and non-native species of tortoises and freshwater turtles. 

Indonesia is currently revising legislation relating to wildlife protection (Act No. 5, 1990) and the protected species list (Regulation No. 7, 1999).  The report recommends that these laws are amended to include non-native, CITES listed species and provisions for effective enforcement.

“For international agreements like CITES to be effective, Indonesia must move to protect not only its native species but also non-native ones, especially those that have been repeatedly shown to be heavily trafficked within the country, said Krishnasamy.

Last week, experts gathered at Night Safari Singapore for the Tortoise and Freshwater Turtle IUCN Red List Workshop to assess the status of 90 South and Southeast Asian tortoise and freshwater turtle species, many of which are threatened by trade. Over half of these species are native to Southeast Asia, including over 20 that occur in Indonesia.

TRAFFIC’s findings contributed to the assessment hosted by Wildlife Reserves Singapore that supports TRAFFIC’s work on turtle trade in the region. 

bahasa indonesia

Maraknya perdagangan kura-kura darat dan air tawar di Jakarta kembali menjadi sorotan

Jakarta, Indonesia, 26 Maret 2018—Ribuan kura-kura darat dan air tawar yang terancam punah banyak diperdagangkan di toko-toko dan kios kios di Jakarta. Berdasarkan laporan TRAFFIC yang baru diterbitkan, kura-kura darat dan air tawar adalah satwa yang pemalu, namun tidak ada perlindungan bagi mereka dari sorotan perdagangan ilegal.

Para peneliti menemukan 4.985 individu kura-kura darat dan air tawar dari 65 spesies yang berbeda-beda, pada tujuh lokasi dalam periode empat bulan. Hampir setengah dari spesies-spesies ini terancam punah, berdasarkan informasi dari IUCN Red List of Endangered Species.

Dalam laporan berjudul Perlahan tapi Pasti: Jejak Global dari Perdagangan Kura-kura Darat dan Air Tawar di Jakarta, yang diterbitkan hari ini, juga mengungkapkan bahwa setidaknya delapan spesies yang teramati bukanlah asli dari Indonesia, melainkan spesies yang dilarang untuk diperdagangkan secara internasional berdasarkan CITES¹ dan besar kemungkinan hewan-hewan ini diimpor secara ilegal.

Survei yang dilakukan pada tahun 2015 ini menemukan peningkatan jumlah kura-kura darat dan air tawar yang diperdagangkan di Jakarta, dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya yang dilakukan oleh TRAFFIC pada tahun 2004 dan 2010. Antara 92 hingga 983 ekor hewan teramati setiap minggunya.

“Jika pihak berwajib tidak menindak perdagangan ini dan pasar-pasar terbuka yang memperdagangkan spesies tersebut secara ilegal sebagai prioritas aksi penegakan hukum, maka banyak spesies-spesies yang saat ini terancam akan makin terdesak menuju kepunahan,” menurut Kanitha Krishnasamy, Acting Regional Director untuk TRAFFIC di Asia Tenggara.

Penelitian ini juga menemukan indikasi situasi yang memburuk dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Yaitu ditemukannya jumlah yang lebih besar pada spesies-spesies yang bukan asli Indonesia, terdaftar dalam CITES, dan terancam. Tercatat antara lain adalah Kura-kura Yniphora Astrochelys yniphora dan Kura-kura Radiata Astrochelys radiata yang kritis terancam punah, keduanya adalah spesies endemik dari Madagaskar dan terdaftar dalam Lampiran I CITES (yang melarang semua bentuk perdagangan internasional) sejak tahun 1975.

Spesies kura-kura bukan asli Indonesia tidak terlindungi oleh hukum di Indonesia, termasuk spesies yang paling umum teramati dalam studi ini – Kura-kura Indian Star Geochelone elegans. Kura-kura ini juga sepenuhnya dilarang untuk ditangkap dan diperdagangkan di negara-negara asalnya di Asia Selatan.

Para peneliti tidak menemukan catatan impor Kura-kura Indian Star untuk tujuan komersil di beberapa tahun terakhir, atau catatan ekspor legal dari negara-negara asalnya berdasarkan basis data UNEP-WCMC² CITES. 

Selain itu, tidak ada informasi spesimen yang tercatat dikembangbiakan dalam penangkaran di negara-negara lain. Penyusun laporan ini menyimpulkan bahwa tingkat impor ilegal kura-kura ini masih tinggi setidaknya hingga tahun 2015.

Penelitian ini meningkatkan dua kekhawatiran yang sudah lama dirasakan oleh para ahli: bahwa tingkat perdagangan kura-kura ilegal yang terjadi di Indonesia cukup tinggi, dan celah yang ada di hukum nasional terus mengurangi efektivitas perlindungan spesies-spesies kura-kura darat dan air tawar, baik lokal maupun spesies bukan asli Indonesia.

Saat ini Indonesia tengah merevisi hukum terkait perlindungan satwa dan tumbuhan liar (Undang-undang No.5 tahun 1990) dan daftar jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999). Laporan ini merekomendasikan agar revisi undang-undang turut mencakup kepada spesies-spesies bukan asli Indonesia yang terdaftar dalam CITES, beserta ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum.

“Agar kesepakatan internasional seperti CITES bisa efektif, Indonesia harus bergerak untuk melindungi bukan hanya spesies-spesies asli, tapi juga spesies-spesies yang bukan asli Indonesia, terutama yang berulang kali ditemukan diselundupkan masuk ke Indonesia,” tutur Krishnasamy.

Minggu lalu, para ahli berkumpul di Singapore Night Safari, dalam acara Tortoise and Freshwater Turtle IUCN Red List Workshop untuk mengkaji status dari 90 spesies kura-kura darat dan air tawar di Asia Tenggara, termasuk 20 spesies yang dapat ditemukan di Indonesia.

Temuan-temuan TRAFFIC berkontribusi kepada kajian yang dilakukan, yang diselenggarakan oleh Wildlife Reserves Singapore yang mendukung pekerjaan TRAFFIC di kawasan ini. Penelitian TRAFFIC terkait perdagangan kura-kura di Indonesia didukung oleh Turtle Conservancy, Darwin Initiative, dan seorang donor anonim.  

Perlahan tapi Pasti: Jejak Global dari Perdagangan Kura-kura Darat dan Air Tawar di Jakarta