Notes:
In the market for extinction: Sukahaji, Bandung, Java, Indonesia by S.C.L. Chng, M. Guciano & J.A. Eaton published in BirdingASIA.
Published 11 Tháng tám 2016
Jakarta, Indonesia, 11th August 2016 — A thriving trade in Indonesia’s native birds exists, well beyond the notorious bird markets of Jakarta, reports a new TRAFFIC study which turns the lens on eastern and central Java.
Report author(s):
Serene C. L. Chng, James A. Eaton
Publication date:
August 2016
Nearly 23,000 birds were recorded in five markets in Surabaya, Yogyakarta and Malang during a three-day survey, with clear indication that the vast majority were illegally taken from the wild.
In the market for extinction: eastern and central Java (PDF, 13 MB) reports that 28 of the 241 species were fully protected under Indonesian law, which means all hunting and trade is prohibited. They included seven Black-winged Mynas Acridotheres melanopterus, a Critically Endangered species found only on Java and Bali, and a single Rufous-fronted Laughing thrush Garrulax rufifrons, an endangered species found only in Java.
Native birds can only be collected according to quotas allocated by the Indonesian authorities. However, no such quotas have been set except in select cases for use as breeding stock for commercial breeding operations.
“The sheer scale of trade is staggering. Almost all of the birds were native to Indonesia, 15% of them found nowhere else on earth—the outlook for some of the country’s wild bird populations is very bleak,” said Serene Chng, Programme Officer and co-author of the new report
This survey follows a similar inventory in Jakarta in 2014, which documented 19,036 birds for sale over a three-day period, and amplifies the threats to wild birds in Indonesia, the country with the highest number of threatened bird species in Asia. There were more Indonesian endemic species and subspecies, particularly from eastern Indonesia, recorded in the eastern and central Java markets compared to Jakarta.
“Most of the birds observed openly for sale in these markets should not be there,” said Dr Chris R. Shepherd, Regional Director for TRAFFIC in Southeast Asia. “The Indonesian Government should take strong action against the traders involved—it’s time to shut down the illegal bird trade in Indonesia for good.”
TRAFFIC also urges the Government of Indonesia to provide stronger legal protection for species threatened with extinction. This includes the Sumatran Laughingthrush Garrulax bicolor which should be listed as a protected species in the ongoing revision of Indonesia’s wildlife legislation. Another species of concern is the Greater Green Leafbird Chloropsis sonnerati, which was discovered in large numbers in both this study and the previous survey in Jakarta while over a thousand were recorded in a spate of seizures late last year.
bahasa indonesia
Jakarta, Indonesia, 11 Agustus 2016 — Perdagangan burung asli Indonesia berlangsung dan berkembang pesat, jauh melampaui pasar-pasar burung terkenal di Jakarta, sebagaimana dilaporkan dalam sebuah hasil studi baru dari TRAFFIC yang terfokus pada pulau Jawa bagian tengah dan timur.
Hampir 23.000 burung tercatat di lima pasar di Surabaya, Yogyakarta, dan Malang dalam survei yang berlangsung selama tiga hari, dengan indikasi jelas bahwa sebagian besar burung-burung ini diambil secara ilegal dari alam liar.
Menjual Kepunahan - Perdagangan Burung di Jawa Timur dan Jawa Bagian Tengah melaporkan bahwa 28 dari 241 spesies yang diperdagangkan dilindungi sepenuhnya oleh hukum Indonesia, yang berarti larangan terhadap semua kegiatan perburuan dan perdagangan. Spesies yang dilindungi ini mencakup tujuh ekor Jalak Putih (Acridotheres melanopterus), spesies yang kritis terancam punah (Critically Endangered) yang hanya ditemukan di Pulau Jawa dan Bali, dan seekor Poksay Kuda (Garrulax rufifrons), spesies yang terancam punah (Endangered) yang hanya ditemukan di Pulau Jawa.
Burung asli Indonesia hanya boleh ditangkap sesuai dengan jumlah kuota yang dialokasikan oleh pihak berwajib. Akan tetapi, tidak ada kuota semacam ini yang telah diberikan, kecuali untuk beberapa tujuan penggunaan, misalnya bila burung yang ditangkap digunakan sebagai stok pembiakan untuk usaha penangkaran komersial.
“Besarnya skala perdagangan ini sangat mencengangkan. Hampir semua burung-burung ini adalah spesies asli Indonesia, 15% di antaranya tidak dapat ditemukan di tempat lain di bumi ini – perkiraan nasib bagi beberapa populasi burung liar Indonesia sangat mengkhawatirkan,” ujar Serene Chng, Programme Officer TRAFFIC dan salah satu penulis laporan terbaru ini.
Survei ini melengkapi sebuah inventarisasi serupa yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2014, yang mencatat 19.036 ekor burung yang dijual dalam periode tiga hari, dan memperkuat ancaman terhadap burung liar di Indonesia, negara yang memiliki jumlah terbesar spesies burung yang terancam di Asia.
Bila dibandingkan dengan kondisi pasar-pasar burung di Jakarta, survei ini mencatat lebih banyak spesies-spesies dan subspesies endemik Indonesia, terutama dari Indonesia timur, di pasar-pasar burung di Jawa bagian tengah dan timur.
“Sebagian besar burung yang ditemukan dijual di pasar-pasar ini seharusnya tidak berada di pasar tersebut,” ungkap Dr. Chris R. Shepherd, Regional Director TRAFFIC di Asia Tenggara. “Pemerintah Indonesia harus mengambil tindakan tegas terhadap para pedagang yang terlibat – ini adalah waktunya untuk menghentikan perdagangan burung ilegal di Indonesia untuk selamanya.”
TRAFFIC juga menghimbau Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perlindungan hukum terhadap spesies yang terancam oleh kepunahan. Antara lain mencakup Poksay Sumatera Garrulax bicolor yang perlu disertakan ke dalam daftar spesies dilindungi dalam aturan hukum margasatwa Indonesia yang sedang dirivisi saat ini.
Satu spesies lain yang menjadi sumber kekhawatiran adalah Cicadaun Besar Chloropsis sonnerati, yang ditemukan dalam jumlah besar baik dalam studi ini maupun dalam survei sebelumnya di Jakarta, sementara lebih dari seribu tercatat dalam sejumlah penyitaan yang berlangsung pada akhir tahun 2015.
birds were recorded in five markets
species recorded were fully protected under Indonesian law
were endemic to Indonesia
In the market for extinction: Sukahaji, Bandung, Java, Indonesia by S.C.L. Chng, M. Guciano & J.A. Eaton published in BirdingASIA.
TRAFFIC is a registered UK charity, Number 1076722. Company Number 3785518.
Our headquarters are located at TRAFFIC, David Attenborough Building, Pembroke Street, Cambridge, CB2 3QZ
TRAFFIC is a member of the
©2024 TRAFFIC INTERNATIONAL. All rights reserved.
Developed by Ian Kimber at Rochdale Online, designed by Marcus Cornthwaite.
We use cookies to enhance the functionality of this website. To learn more about the types of cookies this website uses, see our Cookie Statement. You can accept cookies by clicking the "I accept" button or by cancelling this cookie notice; or you can manage your cookie preferences via "Manage Cookies".
You can opt out of certain types of cookies (e.g. those used in social media sharing) by choosing "I do not accept". The website will still largely function well, but with slightly less functionality in places. To manage your cookie preferences in future, visit the "Cookie Statement" link at the bottom of any page.